SENYUM 2 BINTANG
KECILKU
Kriing….
Kriiinnnggg….
Telepon
yang ada di ruang tamu memekik.
Teringat
Mama sedang tidak ada di rumah, Secepat kilat Mela dan Riva berlari menuju
ruang tamu, dan mengangkat telepon.
“Assalammualaikum…”
ujar Mela.
“Waalaikumsalam
bintang kecil Papa….” Terdengar suara khas Papa dari seberang sana, seketIka
Mela memekik,
“Papa!!!!
Dek Riva, ini telephone dari Papa…” seru Mela memberitahu Riva yang ada di
sampingnya. Riva meraih gagang telepon di genggaman Mela
“Papa….
Papa… pulang kapan?” suara polos Riva pun meluncur dari bibir mungilnya. Mela
menekan tombol loadspeaker, terdengar tawa kecil dari seberang.
“Dek
Riva ya…. Insyaalloh, Papa pulang 2 hari lagi, adek sama kakak sama Mama
baik-baik aja kan?” tanya Papa lembut.
“Iya
Pa, Papa lama nggak pulang…” Mela menyahut.
“Papa
kan ada kerjaan, tapi tenang, sebentar lagi Papa pulang. Mama mana?”
“Mama
lagi kewarung…” jawab Riva.
“Makan
yang banyak ya bintang-bintang kecil Papa, biar nggak sakit, jangan nakal juga,
kasihan Mama…oh iya, kalian mau oleh-oleh apa dari Papa?”
“Aku
mau boneka Shaun the sheep…” seru Riva,
“Aku
mau berbie yang ada rumahnya…” Mela menyahut.
“Ya,
ya…. Insyaalloh… Papa bawakan…ya udah, Papa tutup dulu ya… baik-baik di rumah…
Assalammualaikum, Papa sayang kalian…”
“Waalaikumsalam…
“ Mela meletakkan gagang telephone di tempatnya.
***
2
hari berlalu, Mela dan Riva sudah tak sabar menunggu kedatangan Papa, mereka
menantikan hadiah yang di janjikan Papa. Apalagi Mela, ia sudah membayangkan,
bermain berbie lengkap dengan rumah dan segala perlengkapannya. Bahkan ia
sering senyum-senyum sendiri ketika membayangkannya. Selama ini ia sangat
menginginkan mainan itu, melengkapi koleksi mainan-mainannya.
“Assalammualaikum…”
sebuah suara khas yang sangat mereka kenal.
“Waalaikumsalam….
Papa…” seru Mela sambil berlari membukakan pintu.
Benar
dugaan mereka, Papa berdiri tegap di depan pintu, dengan senyum mengembang ia
peluk kedua bintang kecilnya.
Mela
dan Riva tertawa,
“Papa,
mana oleh-olehnya?” seru Riva. Papa tersenyum.
“Ini
buat Dek Riva, tapi buat Kak Mela, Papa minta maaf ya, mainan yang di minta
kakak Papa belum dapet, kapan-kapan kita cari bersama-sama.” Tutur Papa,
wajahnya menunjukkan penyesalan.
Seketika,
wajah ceria Mela berubah, rasa kecewa mulai menyusup di hatinya. papa menangkap
perubahan ekspresi putrinya itu.
“Papa
tahu, Mela pasti kecewa, tapi Papa bener-bener minta maaf, lain kali deh kita
beli bersama-sama…” belum selesai Papa berkata, Mela berlari meninggalkan Papa
dan Riva.
Cepat
Mama meletakkan sapu yang sedang di genggamnya, lalu beranjak menyusul Mela.
Sesampainya
di kamar Mela, ia jumpai Mela tengkurap di tempat tidur dengan wajah tertup
bantal. Perlahan, Mama duduk di samping Mela, dengan lembut di belainya rambut
ikal putri tercintanya itu.
“Mela
kok ngambek? Mela marah sama Papa?” Tanya Mama. Mela masih diam,
“Mela
nggak kasihan Papa? Papakan capek.. baru pulang kerja dari jauh, masa’ Mela mau
ngambek sama Papa?” lanjutnya.
“Papa
Cuma sayang sama Adek, Papa nggak sayang sama Mela!”
“Lho?
Siapa bilang? Papa sayang kok sama kalian berdua,”
“Tapi
Papa Cuma beliin mainan yang di minta Dek Riva aja, punya Mela nggak di
beliin…” ujar Mela bersungut-sungut.
“Papa
pasti punya alasan sendiri belum bisa beliin mainan itu, kan tadi Papa juga
bilang, kalau kita bisa beli lain waktu.” Mama terus menjelaskan.
“Tapi
Mela pengennya sekarang,”
“Kok
anak Mama sekarang gini sih? Jadi nggak bisa nerimaan, ngambekan… anak sholihah
kok begini…?” Mama mencoba menyindir, Mela masih terdiam,
“Wah
berarti bukan anak sholihah dong ini…? Mau di sebut bukan anak sholihah?”
beberapa saat, Mela masih terdiam, tapi tak berapa lama kemudian ia bangkit,
lalu menggeleng lemah. Mama merengkuh tubuh bintang kecilnya itu, lalu
memeluknya dengan penuh kasih sayang.
***
Semenjak
kejadian oleh-oleh itu, Mela jadi sedikit sensitif dengan Riva, walaupun dari
luar ia terlihat sudah memaafkan semua yang terjadi. Di tambah beberapa hari
belakangan ini, Papa dan Mama sering pergi bertiga hanya dengan Riva, ketika
Mela sekolah.
Pernah
suatu hari, Mela menanyakan mengapa Papa dan Mama sering pergi tanpa
mengajakknya lagi. Tapi Mama justru tetap diam, sedangkan Papa hanya menjawab,
“Papa
sama Mama tidak bisa ngajak kamu sayang, lagiankan kamu harus sekolah…” jawab
Papa kala itu.
“Tapi
mengapa Papa sama Mama perginya Pas Mela sekolah? Pasti biar Rere nggak bisa
ikut kan?” Sahut Mela dengan muka cemberut.
“Kok
Mela su’udzon gitu sih sama Mama dan Papa? Nggak boleh gitu sayang, Mama dan
Papa punya alasan sendiri melakukan ini.” Ujar Mama lembut.
***
Siang
ini seperti biasa, Papa dan Mama tidak ada di rumah, tak seperti biasanya,
sepulang sekolah, Mela tak langsung menuju Ruang makan, rasanya ia malas sekali
makan siang ini.
Beberapa
hari ini, ia harus makan siang sendiri, dan tak dapat di pungkiri, ia merasa
kesepian.
Pasti Riva lagi seneng-seneng sama Mama
sama Papa…aku nggak mau makan ah, biar sakit, nanti kalau aku sakit, Mama sama
Papa pasti peduli sama aku.
Mela
berjalan menuju teras, ia berniat membaca buku cerita yang baru saja di
pinjamnya dari sekolah. Baru beberapa saat ia membaca, tiba-tiba ia di kejutkan
oleh sebuah suara dari depan pintu gerbang, ia berlari keluar, sesampainya di
sana ia tercenung, ia jumpai seorang kakek tua, tubuhnya sangat kurus, bajunya
terlihat sangat kumal, dan sobek sana-sini.
“Neng,
sedekahnya Neng… kakek lapar, dari kemarin kakek belum makan…” kata sang kakek,
suaranya begitu lirih dan lemah.
Mela
terdiam, ia berfikir, apa yang bisa ia berikan pada sang kakek? Sedangkan ia
sama sekali tak mempunyai uang…. Uang sakunya sudah habis untuk membayar iuran
kas kelas dan jajan tadi. Ia terus berpikir, tapi jika kakek ini tidak di beri
apapun, kasihan…ia selalu teringat pesan Mama untuk mengasihi siapapun,
terutama orang-orang yang membutuhkan.
Akhirnya
ia mendapat ide,
“Kek,
kakek masuk dulu,” pinta Mela pada sang kakek. Lalu ia berlari masuk kedalam
rumah. Tak berapa lama ia keluar dengan dua piring nasi lengkap dengan lauk
pauknya.
“Kakek,
makanlah, maaf Mela nggak punya uang, jadi hanya ini yang bisa Mela berikan.
Ayo kek, makan bersama Mela. Mela juga belum makan.” Ujar Mela sambil
menyerahkan satu piring pada sang kakek. Sang kakek menerima dengan senyum,
mereka pun makan bersama.
Tak
berapa lama, makanan mereka habis.
“Teriakasih
Neng, semoga Alloh membalas kebaikan Neng Mela, kakek mohon pamit…” tutur sang
kakek.
“Eh
sebentar kek, ini ada beberapa buah roti, bisa kakek makan nanti…” Kata Mela
sambil menyerahkan sebuah bungkusan plastik.
“Terimakasih
sekali Neng…” ucap sang kakek, Mela tersenyum, sang kakekpun berlalu.
Tak
berapa lama kemudian, Mama pulang, tapi tak bersama Papa dan Riva, merasa
heran, Mela bertanya.
“Papa
sama Riva mana Ma?”
“Mereka
ada di rumah sakit,” mendengar itu Mela terkeut.
“Siapa
yang sakit Ma?” Tanya Mela. Rasa takut mulai menyusup di hatinya, jika terjadi
sesuatu pada Papa atau Riva.
“Riva,
dia harus opname di rumah sakit, Mama harus segera kembali ke sana, Mama pulang
hanya untuk mengambil baju-baju ganti Riva,” jawab Mama. Walaupun Mela masih
diliputi rasa penasaran, tapi ia tak bisa bertanya apa-apa, melikah Mamanya
sangat sibuk mempersiapkan segala sesuatunya.
“Mela
ikut ya kerumah sakit, Mela mau ketemu Dek Riva…” pinta Mela, Mama tersenyum,
lalu mengangguk.
“Lho,
ini kok ada dua piring kotor? Teman Mela ke sini ya?” Tanya Mama ketika menyiapkan
air hangat di dapur.
“Tadi
ada pengemis tua, Mela sangat kasihan, tapi Mela nggak punya uang, ya udah Mela
kasih makanan saja, sekalian nemenin Mela makan, maafin Mela karena nggak minta
izin Mama dulu”
“Lho?
Kenapa harus minta Izin Mama? Kalau Mela nunggu Mama, kasihan kakeknya dong,
Wah… anak Mama mengambil tindakan yang tepat, nggak papa sayang, justru Mama
bangga, ya sudah, yuk kita berangkat.” Ajak Mama. Mela mengangguk.
“Sebenarnya,
mengapa belakangan ini Mama sering pergi sama Papa dan hanya mengajak Atika,
itu karena kami bukan mau bersenang-senang, Mama harus mengantar Atika chek up,
dan, akhirnya hari ini dokter menyarankan supaya Atika di opname, dia menderita
sakit paru-paru basah, jadi maafkan Mama sama Papa ya…” mendengar penuturan
Mama, Mela terdiam, ia merasa sangat bersalah telah mengira yang tidak-tidak
selama ini.
“Justru
Mela yang minta maaf Ma, Mela udah Suudzon… maafin Mela ya Ma, Dek Riva mau
maafin Mela nggak ya Ma?”
Mama
tersenyum, “Pasti sayang, Dek Riva pasti maafin Mela…” Ia peluk putrinya itu,
dan membelai lembut kepala mungil yang tertutup jilbab cantik berwarna pink
itu.
Mama
dan Papa bangga sama Mela… juga sama Riva, Mama pengen terus lihat senyum
kalian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar