Kamis, 27 September 2012

SENYUM 2 BINTANG KECILKU

SENYUM  2  BINTANG  KECILKU

Kriing…. Kriiinnnggg….
Telepon yang ada di ruang tamu memekik.
Teringat Mama sedang tidak ada di rumah, Secepat kilat Mela dan Riva berlari menuju ruang tamu, dan mengangkat telepon.

“Assalammualaikum…” ujar Mela.
“Waalaikumsalam bintang kecil Papa….” Terdengar suara khas Papa dari seberang sana, seketIka Mela memekik,
“Papa!!!! Dek Riva, ini telephone dari Papa…” seru Mela memberitahu Riva yang ada di sampingnya. Riva meraih gagang telepon di genggaman Mela
“Papa…. Papa… pulang kapan?” suara polos Riva pun meluncur dari bibir mungilnya. Mela menekan tombol loadspeaker, terdengar tawa kecil dari seberang.
“Dek Riva ya…. Insyaalloh, Papa pulang 2 hari lagi, adek sama kakak sama Mama baik-baik aja kan?” tanya Papa lembut.
“Iya Pa, Papa lama nggak pulang…” Mela menyahut.
“Papa kan ada kerjaan, tapi tenang, sebentar lagi Papa pulang. Mama mana?”
“Mama lagi kewarung…” jawab Riva.
“Makan yang banyak ya bintang-bintang kecil Papa, biar nggak sakit, jangan nakal juga, kasihan Mama…oh iya, kalian mau oleh-oleh apa dari Papa?”
“Aku mau boneka Shaun the sheep…” seru Riva,
“Aku mau berbie yang ada rumahnya…” Mela menyahut.
“Ya, ya…. Insyaalloh… Papa bawakan…ya udah, Papa tutup dulu ya… baik-baik di rumah… Assalammualaikum, Papa sayang kalian…”
“Waalaikumsalam… “ Mela meletakkan gagang telephone di tempatnya.
                                                ***

2 hari berlalu, Mela dan Riva sudah tak sabar menunggu kedatangan Papa, mereka menantikan hadiah yang di janjikan Papa. Apalagi Mela, ia sudah membayangkan, bermain berbie lengkap dengan rumah dan segala perlengkapannya. Bahkan ia sering senyum-senyum sendiri ketika membayangkannya. Selama ini ia sangat menginginkan mainan itu, melengkapi koleksi mainan-mainannya.

“Assalammualaikum…” sebuah suara khas yang sangat mereka kenal.
“Waalaikumsalam…. Papa…” seru Mela sambil berlari membukakan pintu.
Benar dugaan mereka, Papa berdiri tegap di depan pintu, dengan senyum mengembang ia peluk kedua bintang kecilnya.
Mela dan Riva tertawa,
“Papa, mana oleh-olehnya?” seru Riva. Papa tersenyum.
“Ini buat Dek Riva, tapi buat Kak Mela, Papa minta maaf ya, mainan yang di minta kakak Papa belum dapet, kapan-kapan kita cari bersama-sama.” Tutur Papa, wajahnya menunjukkan penyesalan.
Seketika, wajah ceria Mela berubah, rasa kecewa mulai menyusup di hatinya. papa menangkap perubahan ekspresi putrinya itu.
“Papa tahu, Mela pasti kecewa, tapi Papa bener-bener minta maaf, lain kali deh kita beli bersama-sama…” belum selesai Papa berkata, Mela berlari meninggalkan Papa dan Riva.
Cepat Mama meletakkan sapu yang sedang di genggamnya, lalu beranjak menyusul Mela.
Sesampainya di kamar Mela, ia jumpai Mela tengkurap di tempat tidur dengan wajah tertup bantal. Perlahan, Mama duduk di samping Mela, dengan lembut di belainya rambut ikal putri tercintanya itu.
“Mela kok ngambek? Mela marah sama Papa?” Tanya Mama. Mela masih diam,
“Mela nggak kasihan Papa? Papakan capek.. baru pulang kerja dari jauh, masa’ Mela mau ngambek sama Papa?” lanjutnya.
“Papa Cuma sayang sama Adek, Papa nggak sayang sama Mela!”
“Lho? Siapa bilang? Papa sayang kok sama kalian berdua,”
“Tapi Papa Cuma beliin mainan yang di minta Dek Riva aja, punya Mela nggak di beliin…” ujar Mela bersungut-sungut.
“Papa pasti punya alasan sendiri belum bisa beliin mainan itu, kan tadi Papa juga bilang, kalau kita bisa beli lain waktu.” Mama terus menjelaskan.
“Tapi Mela pengennya sekarang,”
“Kok anak Mama sekarang gini sih? Jadi nggak bisa nerimaan, ngambekan… anak sholihah kok begini…?” Mama mencoba menyindir, Mela masih terdiam,
“Wah berarti bukan anak sholihah dong ini…? Mau di sebut bukan anak sholihah?” beberapa saat, Mela masih terdiam, tapi tak berapa lama kemudian ia bangkit, lalu menggeleng lemah. Mama merengkuh tubuh bintang kecilnya itu, lalu memeluknya dengan penuh kasih sayang.
                                                          ***

Semenjak kejadian oleh-oleh itu, Mela jadi sedikit sensitif dengan Riva, walaupun dari luar ia terlihat sudah memaafkan semua yang terjadi. Di tambah beberapa hari belakangan ini, Papa dan Mama sering pergi bertiga hanya dengan Riva, ketika Mela sekolah.

Pernah suatu hari, Mela menanyakan mengapa Papa dan Mama sering pergi tanpa mengajakknya lagi. Tapi Mama justru tetap diam, sedangkan Papa hanya menjawab,
“Papa sama Mama tidak bisa ngajak kamu sayang, lagiankan kamu harus sekolah…” jawab Papa kala itu.
“Tapi mengapa Papa sama Mama perginya Pas Mela sekolah? Pasti biar Rere nggak bisa ikut kan?” Sahut Mela dengan muka cemberut.
“Kok Mela su’udzon gitu sih sama Mama dan Papa? Nggak boleh gitu sayang, Mama dan Papa punya alasan sendiri melakukan ini.” Ujar Mama lembut.
                                                          ***

Siang ini seperti biasa, Papa dan Mama tidak ada di rumah, tak seperti biasanya, sepulang sekolah, Mela tak langsung menuju Ruang makan, rasanya ia malas sekali makan siang ini.
Beberapa hari ini, ia harus makan siang sendiri, dan tak dapat di pungkiri, ia merasa kesepian. 

Pasti Riva lagi seneng-seneng sama Mama sama Papa…aku nggak mau makan ah, biar sakit, nanti kalau aku sakit, Mama sama Papa pasti peduli sama aku.

Mela berjalan menuju teras, ia berniat membaca buku cerita yang baru saja di pinjamnya dari sekolah. Baru beberapa saat ia membaca, tiba-tiba ia di kejutkan oleh sebuah suara dari depan pintu gerbang, ia berlari keluar, sesampainya di sana ia tercenung, ia jumpai seorang kakek tua, tubuhnya sangat kurus, bajunya terlihat sangat kumal, dan sobek sana-sini. 

“Neng, sedekahnya Neng… kakek lapar, dari kemarin kakek belum makan…” kata sang kakek, suaranya begitu lirih dan lemah.

Mela terdiam, ia berfikir, apa yang bisa ia berikan pada sang kakek? Sedangkan ia sama sekali tak mempunyai uang…. Uang sakunya sudah habis untuk membayar iuran kas kelas dan jajan tadi. Ia terus berpikir, tapi jika kakek ini tidak di beri apapun, kasihan…ia selalu teringat pesan Mama untuk mengasihi siapapun, terutama orang-orang yang membutuhkan.
Akhirnya ia mendapat ide,
“Kek, kakek masuk dulu,” pinta Mela pada sang kakek. Lalu ia berlari masuk kedalam rumah. Tak berapa lama ia keluar dengan dua piring nasi lengkap dengan lauk pauknya.
“Kakek, makanlah, maaf Mela nggak punya uang, jadi hanya ini yang bisa Mela berikan. Ayo kek, makan bersama Mela. Mela juga belum makan.” Ujar Mela sambil menyerahkan satu piring pada sang kakek. Sang kakek menerima dengan senyum, mereka pun makan bersama.
Tak berapa  lama, makanan mereka habis.
“Teriakasih Neng, semoga Alloh membalas kebaikan Neng Mela, kakek mohon pamit…” tutur sang kakek.
“Eh sebentar kek, ini ada beberapa buah roti, bisa kakek makan nanti…” Kata Mela sambil menyerahkan sebuah bungkusan plastik.
“Terimakasih sekali Neng…” ucap sang kakek, Mela tersenyum, sang kakekpun berlalu.
Tak berapa lama kemudian, Mama pulang, tapi tak bersama Papa dan Riva, merasa heran, Mela bertanya.
“Papa sama Riva mana Ma?”
“Mereka ada di rumah sakit,” mendengar itu Mela terkeut.
“Siapa yang sakit Ma?” Tanya Mela. Rasa takut mulai menyusup di hatinya, jika terjadi sesuatu pada Papa atau Riva.
“Riva, dia harus opname di rumah sakit, Mama harus segera kembali ke sana, Mama pulang hanya untuk mengambil baju-baju ganti Riva,” jawab Mama. Walaupun Mela masih diliputi rasa penasaran, tapi ia tak bisa bertanya apa-apa, melikah Mamanya sangat sibuk mempersiapkan segala sesuatunya.
“Mela ikut ya kerumah sakit, Mela mau ketemu Dek Riva…” pinta Mela, Mama tersenyum, lalu mengangguk.
“Lho, ini kok ada dua piring kotor? Teman Mela ke sini ya?” Tanya Mama ketika menyiapkan air hangat di dapur.
“Tadi ada pengemis tua, Mela sangat kasihan, tapi Mela nggak punya uang, ya udah Mela kasih makanan saja, sekalian nemenin Mela makan, maafin Mela karena nggak minta izin Mama dulu”
“Lho? Kenapa harus minta Izin Mama? Kalau Mela nunggu Mama, kasihan kakeknya dong, Wah… anak Mama mengambil tindakan yang tepat, nggak papa sayang, justru Mama bangga, ya sudah, yuk kita berangkat.” Ajak Mama. Mela mengangguk.
“Sebenarnya, mengapa belakangan ini Mama sering pergi sama Papa dan hanya mengajak Atika, itu karena kami bukan mau bersenang-senang, Mama harus mengantar Atika chek up, dan, akhirnya hari ini dokter menyarankan supaya Atika di opname, dia menderita sakit paru-paru basah, jadi maafkan Mama sama Papa ya…” mendengar penuturan Mama, Mela terdiam, ia merasa sangat bersalah telah mengira yang tidak-tidak selama ini.
“Justru Mela yang minta maaf Ma, Mela udah Suudzon… maafin Mela ya Ma, Dek Riva mau maafin Mela nggak ya Ma?”
Mama tersenyum, “Pasti sayang, Dek Riva pasti maafin Mela…” Ia peluk putrinya itu, dan membelai lembut kepala mungil yang tertutup jilbab cantik berwarna pink itu.
          Mama dan Papa bangga sama Mela… juga sama Riva, Mama pengen terus lihat senyum kalian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar