Sabtu, 22 Desember 2012

Kini Aku Mengerti





Beri tahu aku!!! Apa Arti Semua Ini??!
                                                                        *#*

Hari itu, usiaku masih terbilang dini  untuk memahami arti sebuah kematian. Aku tak menangis sama sekali ketika kakek tersayangku meninggal dunia, meninggalkan nenek, meninggalkan Ayah, Ibu, bahkan meninggalkanku untuk selama-lamanya.


                                                                        ***

Pagi-pagi sekali, Ibu membangunkanku. Tak seperti biasanya, ia terlihat begitu terburu-buru, wajahnya terlihat begitu murung , dengan lembut ia goyangkan-goyangkan tubuhku.

“Fahmi, ayo bangun, bangun nak… “ seperti biasa, dengan malas kubuka mataku yang masih lengket dengan kotoran mata. 

“Hemm… iya…” jawabku singkat.

“Cepat lho ya… habis ini kita harus cepat pergi kerumah nenek.” Sahut Ibu sambil berlalu. Aku tak begitu memperhatikannya, kembali kurebahkan tubuhku di tempat tidur setelah menyadari Ibu lenyap dari  kamarku. Kukatupkan kembali kedua kelopak mataku. Kuturuti tuntutan syaithon yang memintaku mengatupkan kelopak mataku.

Tak berapa lama, suara Ibu kembali terdengar,
“Fahmi!! Ayo cepat… Ibu harus buru-buru… hari ini kamu tidak masuk sekolah dulu ya, kakek sudah nggak ada,” Mendengar perkataan Ibu terakhir, cepat kubuka kelopak mataku, ngantuk yang sedari tadi menggelayuti, lenyap sudah. 

Dalam hati aku berpikir,
Kakek nggak ada? Emang kemana? Kan kemarin malam masih ada dirumah sakit? Kemarin malam aku sama Ayah baru saja ketemu kakek… apa kakek pergi dari rumah sakit ya?

Aku terus menerka-nerka apa yang terjadi. Sambil mandi terus kupikirkan maksud perkataan Ibu, untuk bertanya, rasanya malas, lagian pasti akan mengganggu Ibu yang terlihat sangat repot. Bahkan ketika sholat shubuh pun, aku masih terus memikirkannya, dalam hati aku senang juga, hari ini tidak masuk sekolah, tapi apa yang harus aku katakan pada Ibu guru besok kalau aku ditanya.

Secercah ide melintas dipikiranku, besok aku bilang ke Ibu guru, kalau Ibu memintaku untuk tidak masuk kesekolah, karena kakek nggak ada, Ibu memintaku membantu mencari kakek.
Yah… itulah yang akan aku katakan pada Ibu Guru besok. Aku tersenyum senang. Selain karena hari ini aku bisa tidak masuk sekolah, aku sudah menyiapkan alasan untuk besok.

Dan aku tidak tahu, jika yang di maksud kakek sudah tidak ada itu, kakek telah meninggal dunia. Berita tentang meninggalnya kakek, telah menyebar pada semua teman-temannya. Di jama’ah pengajian yang setiap hari dipimpinnya.

Jama’ah masjid, teman kantor, murid-murid kursus dan ngajinya, yang mana dari beberapa murid-murid ngaji kakekku adalah guru-guruku di sekolah.

Tanpa sempat sarapan, cepat Ibu mengajakku dan adikku kerumah nenek.

“Tapi Ayah mana Bu?” Tanyaku, ketika tak menjumpai Ayah pergi bersama kami.

“Ayah sudah ada di rumah nenek… ayo cepat.” 

Aku mengangguk. Sepanjang perjalanan, aku bernyanyi, dan melompat bercanda dengan adikku. 

Sesampainya dirumah nenek, aku heran, kenapa banyak orang dan lagi, didepan rumah, sudah ada tenda yang biasa digunakan orang-orang ketika ada acara pernikahan. Aku bertambah senang,
Pasti didalam banyak makanan , gumamku.

Ibu mengajakku keruang tengah, disana tante, Ayah, Nenek, Om… dan saudara-saudara sepupuku duduk bersama mengelilingi sebuah tempat tidur, yang diatasnya ada tubuh kakekku yang seluruh tubuhnya ditutup kain.

Ibu mendekatkanku pada jenazah kakek, ia menawariku apa aku mau mencium kakek? Tentu saja aku mau, apalagi selama ini, kakek sangat sayang padaku. Ciuman kakek padaku tak terhitung lagi berapa kali.

Akupun mencium pipi dan kening kakek. Bibirnya menyunggingkan senyum , akupun tersenyum pada beliau. Setelah itu, Ibu menarikku mundur.

“Kakek mau dimandikan dulu.” Bisiknya lembut.

“Kok dimandikan? Kan Kakek lagi tidur? Kakekkan sudah mandi, lha wong baunya sudah wangi…” sahutku. Kulihat Ibu memandang Nenek. Ibu tak menjawab, ia hanya tersenyum.

Tak berapa lama, Ibu menyuruhku memakai jilbab. Lalu kulihat Ayah, sebagai menantu tertua, sudah berdiri didepan jenazah Kakek.

“Kita Sholatkan Kakek ya sayang…” aku tak mengerti maksud perkataan Ibu. Kenapa? Kenapa kita harus menyolatkannya? Bukannya sholat itu sendirir-sendiri? Tapi aku tetap mengikutinya.

Ayah yang memimpin sholat jenazah itu, satu hal lagi yang membuatku heran, kenapa sholatnya nggak pake rukuk, sujud, dan duduk? 

Setelah sholat Ayah menawarkan pada kami, siapa yang ingin melihat Kakek untuk yang terakhir kalinya, Nenek dan Tanteku justru semakin menangis, dan masuk kedalam kamar.

Ah… saat itu, aku benar-benar tak tahu apa yang terjadi, benar-benar hal baru bagiku. 

Kata Ibu Kakek nggak ada, ternyata Kakek tidur di rumahnya, terus, banyak orang dirumah Nenek, tapi tidak ada banyak makanan, semua keluargaku menangis, banyak orang menangis ketika melihat kakek… termasuk Guruku yang datang melayat, dan juga, kenapa tadi sholatnya hanya seperti itu??
Semua pertanyaan itu begitu mengganjal dibenakku.

                                                                        ***

Malam hari seusai sholat maghrib kami semua berkumpul diruang tengah, isak tangis masih terdengar, apa lagi Nenek, ia yang terlihat sangat sedih.

“Insyaalloh… Bapak meninggal dalam keadaan husnul khotimah…” Tutur Ayah membuka percakapan.

“Ini banyak dikatakan orang-orang yang takziah tadi, dan yang mengantar hingga ke makam, ketika kami mengangkat kerandanya, Shubhanalloh… kerandanya terasa sangat ringan. Bau harum menyertai sepanjang perjalanan kami ke makam… dan Ibu lihat, wajah Bapak terlihat damai disaat-saat terakhirnya.” Lanjut Ayah.

“Aku nggak menyangka, kalau Bapak akan pergi secepat ini, aku nggak menyangka kalau permintaan Bapak padaku tadi malam adalah permintaannya yang terakhir… dengan jelas aku menyaksikan saat-saat kematian Bapak, Bapak memintaku mengambilkan minum, setelah beliau meminum air yang kubawakan, tanpa pertanda apapun, hanya lirih ku dengar Bapak membaca tahlil, aku pikir Bapak hanya berdzikir seperti biasanya, tapi ternyata…” Ibu tak melanjutkan kata-katanya.

“Insyaalloh… Bapak pergi dengan damai… kita berdoa saja untuk beliau..semua orang mengenal beliau seorang yang sholih, semoga begitulah sebenarnya…” Ujar Om ku menenangkan kami.

                                                            ***

Waktu berlalu… setelah hari itu, aku sering bertanya, kemana kakek, mengapa aku tak pernah melihatnya lagi?

Lama… akhirnya aku tahu arti semua itu, arti kepergian… arti kematian, arti kesedihan yang tampak diwajah-wajah itu… arti sholat itu, dan semuanya…

kematian tak ada yang menduga kapan datangnya. Ketika kemarin kami masih bercanda ria, mungkin besoknya kita telah kehilangannya, bahkan detik inipun kita berjumpa, semenit kemudian mungkin kita akan kehilangan.

Wallohua’lam Bisshowab…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar